sebuah catatan tentang kemanusiaan #1
!!!PERINGATAN!!!
TULISAN INI MENGANDUNG OPINI YANG NYELENEH
Cold empty bed, springs hard as lead
Feel like old Ned, wished I was dead
What did I do to be so black and blue?
Even the mouse ran from my house
They laugh at you, and scorn you too
What did I do to be so black and blue?
I’m white inside, but that don’t help my case
‘Cause I can’t hide what is in my face
How would it end? Ain’t got a friend
My only sin is in my skin
What did I do to be so black and blue?
Syair diatas merupakan sebuah lirik lagu yang di populerkan oleh louis armstrong, seorang seniman karismatik dengan senyum khasnya. [what did I do to be so] black and blue, lagu yang menunjukkan betapa picky-nya manusia, makhluk paling sempurna di muka bumi. Lagu yang dinyanyikan oleh seorang minoritas Amerika pada tahun 60-an, yang juga dengan lagu tersebut mampu membuka mata hati dan pikiran logis manusia-manusia mayoritas yang hidup di negara superior tersebut.
[What did I do to be so] black and blue adalah sebuah kritik keras bagi kemanusiaan. Secara jelas lirik tersebut menyampaikan betapa tersiksa-nya kehidupan kaum yang didiskriminasi dari sebuah populasi. Yang juga lebih jelas lagi menggambarkan betapa beratnya hidup bagi ras kulit hitam di Amerika pada masa masa diskriminasi tersebut. I’m white inside, but that don’t help my case, Cause I can’t hide what is in my face, bait tersebut menggambarkan sangat jelas bahwa manusia hanya melihat cover dari suatu being persetan dengan apa yang terpendam yang kami lihat hanyalah warna hitam, begitulah kiranya pikiran kebanyakan dari manusia. juga mungkin salah satunya kita pembaca dan juga saya selaku penulis.
kengerian pola pikir tersebut bukan hanya terjadi di amerika nun jauh disana. di nusantara tercinta sendiri. di tumpah darah yang juga melimpah ruah berbagai ras, suku dan agama juga bahasa ini tidak dapat dipungkiri terjadi berbagai perpecahan yang diakui maupun tidak terjadi di depan mata besar kita. contoh kecil adalah diskriminasi bagi orang orang terbelakang mental, diskriminasi dari cara ibadah yang berbeda, diskriminasi dari bahasa yang berbeda dan juga jelas diskriminasi dari suku yang berbeda. karna ucok berasal dari keturunan tionghoa maka ucok selalu dianggap pelit, atau duloh yang berasal dari indonesia timur dengan suara keras dan lantangnya di anggap sebagai preman. atau ahong yang seorang muslim dan selalu berpakaian cingkrang dan berjanggut panjang selalu disebut wahabi, kadal gurun atau sebagainya. hingga titik ini. saya selalu beratanya pada diri sendiri, apakah masih nyata bhineka tunggal ika yang kita agung agungkan itu?.
lalu dari kejauhan seorang lelaki dengan baju perlentenya turun dari mobil limosinnya yang mengkilap sangat hitam. di bummper mobilnya terdapat lambang garuda yang bulu di sayapnya telah rontok tinggal 13. pria itu turun dan berjalan begitu angkuh melewati jalanan yang penuh lubang disana sini, terlihat juga di sisi jalan ada sebuah tambalan lubang jalan dari baju baju bekas dan kardus sementara di jalanan lain tampak genangan hitam yang bau sangat menyengat menusuk hidung beukah-nya yang selalu mencium bau uang uang kotor. dari trotoar yang sudah dipenuhi oleh pedagang asongan yang menggunakan masker bolong bolong, seorang lelaki umur 40an yang ngesod entah karna memang tidak punya kaki atau hanya sebuah pencitraan agar dikasihani oleh orang orang di pasar, lelaki ngesod itu berjalan menghampiri orang buncit tersebut.
"tuan... beri saya roti tuan... saya belum makan" suara lelaki itu ringkih bergetar minta perasaan iba, namun orang buncit yang disebutnya tuan itu tidak menggubris matanya yang tertutup kacamata hitam seharga puluhan juta itu terus berjalan angkuh meninggalkan lelaki tukang ngesod yang kelaparan di pinggir jalan.
sementara dari pinggiran got seekor tikus dan kucing yang tengah berdamai akibat corona menonton pertunjukan drama tersebut, "liat rong! badut pengemis itu meminta minta ke badut pengemis lainnya lucuya lihat sesama pengemis saling mengemis"suara cicit tikus itu bergema disambut jawaban kucing
"aku curiga rut! mana ada pengemis macam mereka, mungkin saja mereka berdua cuma pura pura jadi pengemis. bisa jadi mereka berdua itu sama sama difabel. hanya saja bedanya yang satu kekurangan kaki untuk bekerja yang satu kekurangan mata untuk melihat. tapi bisa jadi juga mereka berdua hanya berpura pura, berpura pura tampil jadi diri mereka." keduanya pun kembali bergandeng berendeng menuju tong sampah mencari makanan untuk memuaskan nafsu hariannya.
baik pria ngesod maupun pria buncit keduanya hanyalah orang yang mendiskriminasi dengan menciptakan kasta pada dirinya sendiri. pria ngesod membrand dirinya sebagai orang tak punya yang wajib dikasihani, padahal diluar sana akan selalu ada orang yang lebih layak untuk dikasihani. sementara di sisi lain pria buncit itu membrand dirinya sebagai orang kaya yang tak selevel dengan orang orang kumuh macam pria ngesod yang nampak jelas dimatanya sebagai gembel, padahal dimata orang lain justru dialah yang gembel.
lalu, kita sebagai seorang manusia yang memiliki akal dan nalar, masihkah kita mengkastakan orang lain diluar diri kita?. jangan tanyakan kepada rumput yang bergoyang, tapi tanyakanlah pada nurani anda. itupun jika kita sebagai manusia masih memiliki nurani.
pada akhirnya manusia tidak pernah terbebas dari egonya, merasa paling baik, merasa paling sulit dan mendiskriminasikan dirinya atau orang lain. hal terpedih adalah ketika bukan seorang individu yang mendiskriminasi. namun ketika sebuah populasi yang digdaya mendiskriminasi populasi lain. jika memang manusia tetap membudidayakan kebiasaannya tersebut, bukankah kita sama saja dengan hewan predator yang memangsa hewan lainnya?.
di akhir catatan ini saya sematkan sebuah puisi lama yang entah akan terinterpretasi seperti apa di mata pembaca sekalian.
kisah suatu hari yang hitam dan biru
kenapa kita masih menutup mata?
piring dihadapanmu jelas masih kosong kawan
juga cangkir yang biasa kau isi dengan susu itu masih berdebu
untuk apa kau masih menutup mata?
dan, bagaimana aku harus menuntut takdir?
sementara tuhan menghendaki aku hitam.
namun,
apa yang sebenarnya membuat kita berbeda?
ras?, agaman?, negara?, ataukah kulit?
kawanku
kau yang berdendang bersama senapan dan kacamata hitammu itu.
dibalik kursi yang nyaman bersama donat dan kopi yang kau tuang melalui keringatku yang hampir tak tersisa
apakah masih kau sisakan ruang untuk nurani? pada meja yang dipenuhi oleh peluh dan keringatku itu?
ataukah telah kau penuhi mejamu itu dengan hasrat dan keserakahan?.
kawanku
bukan pada kulit, agama, ras atau negara dosa itu berada
tapi dosa tercipta ketika kemunisaan telah sirna
bukankah kau enggan, berbagi meja makan bersama pengidap kudis dan kusta?
sementara kau lebih asyik menyantap hidangan disamping meja makan orang orang yang kelaparan.
sukabumi-2020-05-31
ditulis demi kemanusiaan
begitulah tulisan pertama di tahun 2020 ini
CHERIOOO!
I feel bad to my self bro .. .But that's a life we live in it... Dari awal kita sudah dikotak2kan, sehingga tertanam dia hitam, dia putih, dia pribumi . .. Padahal semua sama di mata Allah . .. Thanks for reminding us in this 2020 era bro . .. 👍
BalasHapusYups... Naluriah alami kita... Mas...
HapusMasya Allah, banyak pembelajaran yang di dapat dari kakak soal perbedaan. Makasih banyak kak...
BalasHapusSama sama mbak... 🙏 Mari saling mengingatkan
HapusAstagfirullah... Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang seperti itu...
BalasHapusAamiiin
HapusBerarti kasta tergantung sudut pandang per individu ya? Jadi setiap orang bisa jadi kastanya berbeda-beda. Misalnya si ngesod menganggap si perut buncit itu orang miskin. Berarti mereka sama-sama miskin dong
BalasHapusTergantung sudut pandang mas kalau opini saya si ngesod bisa memandang si buncit sebagai orang yang miskin empati. Sedangkan si buncit bisa menganggap si ngesod sebagai miskin harta. Hehehe itu opini saya pribadi sih.
HapusWagelas, inspiratif ceritanya. Memag sih kadang secara tidak manusia menggunakan ego semena mena tanpa sadar ada pihak yang tersakiti
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAstaghfirullah, ego manusia kadang² bisa jadi se-mengerikan itu, mendiskriminasi orang lain hanya karena terlahir dari suku, ras atau agama yang berbeda, semoga kita dijauhkan dari hal2 seperti itu🙏 *edit
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYa Allah ... Ini inspiring ceritanya. Semoga bisa mengambil pelajaran nya
HapusManusia sering kali membuat standar sendiri lalu menjadikannya tolak ukur - apakah seseorang pantas dihargai atau tidak -. Padahal apa yang sebenarnya membuat kita berbeda?
BalasHapusI hope humanity still exists~
banyak pembelajaran yg didspat dr tulisan kakak
BalasHapusSemoga kita semua termasuk org2 yg bersyukur
BalasHapusBerusaha menolak untuk lupa, namun kenyataannya memang ada. Ah, miris sekali negara ini bung. Terima kasih untuk pencerahannya.
BalasHapusTerus menginspirasi, Kak. Di tengah pandemi seperti sekarang ini isu soal perbedaan itu tampaknya semakin kentara. :(
BalasHapuskeren kak ada banyak pelajaran yang bisa didapat dari tulisan ini.
BalasHapusJadikan pembelajaran , dan tetap selalu bersyukur
BalasHapuskadang menjadi manusia itu susah susah gampang, semangat menjalani hidup aja ya!
BalasHapusgak bisa berkata apa apa .... hanya bisa menghela nafas ... banyak yang kudu direnungkan ... semangat ....
BalasHapusBerat yah tulisannya. Tapi aku cuma mau bilang aja kalau aku terkadang sering salah menilai orang. Masih kebawa ego, mengkotak-kotakkan si anu dan si itu. Terima kasih untuk bahan renungannya.
BalasHapusMemang manusia sering salah persepsi. Selalu mendahulukan egonya masing-masing, tanpa menyadari mereka mulai memasang sekat diantara mereka. Kadang atau mungkin sering, aku juga salah menilai orang dari cover -luarnya ...
BalasHapusWahh keren kak alur berpikirnya. Jadi, bagaimana kemanusiaan yang sesungguhnya ? Hehe
BalasHapusDuh..bagus puisinya, jadi mengingati diri betapa masih meraba raba untuk menjadi manusia yang manusiawi.
BalasHapusBenar kak sebagian orang masih memandang seperti itu, dan lebih banyak sepertinya. Semoga saja kita tidak termasuk orang yang bgtu. Terima kasih sharingnya, banyk dapat pelajaran
BalasHapusAku baru tau kalau ada maksud penting dalam lagunya Amstrong. Dan ternyata maksud isinya seperti itu... Ah... Tulisan ini pantas bangeet dibaca siapapun, terutama bangsa Indonesia yang masih ingin diperikemanusiaankan
BalasHapuskang Rizky......
BalasHapusthe sharpest opinion I've ever read
keren lah urang Sukabumi.... :)