Mistikku pada 120 meter
Kemana kita akan berujung
120 kilometer dari atas sana
Tubuh kita yang terberai menjadi untaian lensa
Menabrak karang lalu hilang diserap tanah
Kala itu matahari berkelit
Ketika awan berkata tidak
Namun pada akhirnya tubuh kita tetap terpisah
Menciptakan fatamorgana kala senja hari
Ketika kakek lanjut usia itu menaiki bebatuan sebelum terbentur tubuh kita
Wajahnya masih sayu menatap dalam dalam
Pada kolam darah yang menggenang
Hingga pada akhirnya
Kita masih lupa
Untuk apa kita mati sia sia
//
Suatu hari ketika rerumputan menatap sayu dedahanan pohon
Ketika sulur sulur beringin menatap mesra dua Pipit yang terbang bersama
Saat angin bertalu memupuk panas mesra para kerbau tua
Saat itu pula
Suara ku hilang untuk selamanya
//
Mulanya kita tidak pernah tau akan takdir ini
Kemana angin menghembuskan rumput tua
Dan seperti apa daun daun muda gugur sia sia
Bahkan pada mulanya kita tidak tahu untuk apa rembulan bertawaf mengitari bumi
Dan bumi bertawaf mengitari matahari
Lalu dibalik sinar mentari yang sahaja
Kemana perginya bebatuan yang moksa
Hingga suatu hari nanti
Kita akan mengerti
Ketika kita semua mati
//
2020-02-01
Komentar
Posting Komentar