Dari dinginnya leiden

Jalanan leiden hening oleh bekunya salju, suhu pagi itu membunuh kulitku. Kurasa hari ini akan sama saja. Sarapanku lagi lagi hanya pasta dengan saus bolgnese dan sebuah roti susu disajikan dengan sederhana oleh imajinasiku. jalanan leiden memang begitu beku bahkan dingin jalanan leiden menusuk hingga kedalam hati warganya. Seusai sarapan seperti biasa aku bersantai dihalaman rumahku yang megah, rumah gaya victoria dengan dinding marmer dan pintu berlapiskan alumunium dan besi, setiap hari dibersihkan oleh angan angan dan rasa laparku menunggu sarapan pagi. Menjelang siang aku beranjak menyusuri keindahan leiden, keran yang membeku, tanaman yang kedinginan dan anak anak yang asik dengan mainannya, sebagian bermain bola dan yang lain lompat tali. Tujuanku hari ini taman leiden, seperti biasa disana adalah tempatku bercengkrama dengan serangga dan cacing tanah sahabatku, sebagai bangsawan kaya dengan angan angan tinggi, rakyat leiden bingung dengan kebiasaanku bahkan lebih memilih menjauh dari pada menyapaku. Matahari mencapai pertengahan kota leiden, aku pergi mengunjungi restorant favoritku di pinggiran leiden, dimana kita dapat mendengar suara sungai dan burung berkicau dengan merdu, menikmati ikan yang ku bakar sendiri tanpa bumbu, tanpa meja aku biasa menghabiskan pesananku bersama kucing dan gagak yang kelaparan. Dinginnya leiden tak pernah hilang karna bukan suhu yang membawa hawa dingin di leiden tapi rakyat leidenlah yang membawa suhu dingin. Malam itu tepatnya pukul 12 aku memutuskan untuk berpuasa dalam dingin leiden, dan menikmati kicauan pungguk yang merdu sebagai pengganti makan malamku.

Keesokan harinya di koran trow belanda sebuah kabar yang dingin tertulis disana, seorang gelandangan mati kelaparan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer