Rumi : mengenai tarian
angin malam merangsek
dari lubang lubang ventilasi, jalanan di luar becek oleh air hujan. di dalam
rumah, perapian bekobar benderang, Rumi, gadis belia itu terus menatap
perapian. matanya melotot menatap api yang menari, seketika dia teringat akan
kata kata yang tertulis di buku yang dibawa bapaknya tempo hari. "aku
hanya percaya pada Tuhan yang tahu caranya menari" begitulah yang ia
ingat, sebuah pidato yang disampaikan Zarathustra dalam buku thus spoke
Zarathustra. gadis itu pun bangkit dari duduknya lalu berputar putar dengan
kedua tangan yang ia angkat, rok panjangnya mengembang seiring putarannya
semakin kencang.
"ngapain muter
muter gitu Rumi?" tanya ayahnya yang yang tersenyum berhenti membaca
selepas melihat putri kecilnya menari.
"aduh... putri kecil
mama mau jadi balerina?" sahut ibunya yang sedang asyik melihat televisi.
"bukan pa, ma, Rumi
sedang menari seperti darwis, biar Rumi dikenal Tuhan." jawabnya polos.
Papa,
mamanya sontak saling menatap, ini bukan pertama kali Rumi, berfikir seperti ini.
Sudah seringkali gadis kecil ini mengatakan hal hal yang rumit. Biar begitu
baik papa maupun mamanya tidak pernah melarangnya ataupun mengekang pemikiran
pemikirannya. Alih alih melarang kedua orang tuanya membantu menjawab
pertanyaan pertanyaan gadis kecilnya.
“memangnya kalau Rumi menari Rumi
bakal dikenal Tuhan?” Tanya papanya.
“iya lo… kata Zarathustra, dia Cuma
percaya sama Tuhan yang tau cara menari. Kalau gitu Rumi harus pandai menari
biar dikenal Tuhannya Zarathustra.” Jawab Rumi dengan wajah polosnya.
“Rumi… tarian itu sesuatu yang indah
bukan?” Tanya papanya
“iya! Rumi suka liat tarian Darwish!”
“kalau begitu, karena Tuhan menyukai
tarian, bukankah Tuhan juga mencintai keindahan?”
“hmmm mungkin iya? Nggak tau.”
Jawabnya dengan senyum riangnya yang khas.
“Rumi… kamu tau? Tuhan bukan hanya
mencintai tarian. Tapi, ia juga mencintai segala bentuk keindahan. Dunia ini
indah kan?”
“iya! Iiiinnnnndah! Sekali! Rumi
suka!” jawab nya dengan senyum yang lebih merekah lagi.
“dan Rumi tau kan? Kalau dunia ini
ciptaan Tuhan?.”
“iya! Tuhan menciptakan semua dalam
waktu 7 hari hehehe” menyeringai manis.
“kalau begitu, Rumi bukan hanya harus
memahami tarian, tapi, Rumi juga harus memahami dunia ini. Karena keindahan
bukan hanya tarian, tapi juga nyanyia, lukisan, pemandangan, wewangian. Dan
berbagai hal lainnya. Tapi… kalau Tuhan menciptakan segala sesuatu termasuk
kita, bukankah Tuhan juga tahu kita?” terang papanya.
“ah! Iya Rumi ngerti, jadi, Tuhan
pasti kenal Rumi kan? Soalnya Tuhan yang menciptakan kita semua! Tapi. Kenapa
Zarathustra bilang dia Cuma ingin percaya sama Tuhan yang tau caranya menari?
Bukannya Tuhan juga pasti tau caranya nari ya?”Tanya Rumi.
“ya… Tuhan tau cara menari, tapi tidak
semua ciptaannya menyukai tarian. Maka dari itu, Zarathustra menyindir mereka,
mana ada Tuhan tidak tau caranya menari.”
“hehehe iya ya… berarti. HoAamm
(menguap) kalau kita menganggap tarian itu da…ri… se-“
“Brukkk”
Rumi
pun terjatuh tidur dipelukan papanya, dengan wajah berseri, pertanyaannya soal
tarian tidak dilanjutkan.
Komentar
Posting Komentar