kisah 2 : tentang apa yang tiada
daun daun mulai berguguran di taman kota. jalanan penuh dengan warna oranye dan coklat. pohon pohon kehilangan daunnya, hanya tinggal ranting ranting kering yang berjejer di depan rumah tiap penduduk kota porgundii, ibu kota negeri damas. alun alun syamas tak terkecuali, seluruh pohon menggugurkan daunnya, dan semak belukar nampak ringkih, hanya bunga aster yang mekar ketika bunga bunga lain terlalu malu untuk mekar.
sore itu angin berhembus dengan sederhana, melambaikan aba aba perpisahan kepada daun terakhir di pohon ek, yang pada akhirnya jatuh mendarat diatas topi pak tua pendongeng. pria tua itu tengah asyik menyetem biolanya. alun alun tidak begitu ramai, udara dingin membuat penduduk kota lebih memilih menghangatkan diri didepan perapian bersama segelas teh hangat.
hanya seorang pemuda yang nampak lusuh memandangi gundukan daun ek di tanah. wajahnya tak bergairah, seperti pohon mati yang tak bergidik ditiup angin, pemuda dengan mantel beludru kopi itu hanya terdiam.
"hari yang dingin nak, mau kubakarkan gundukan daun ek itu untuk menghangatkan diri?" pak tua pendongeng itu menghampiri sang pemuda sembari membawa sekotak korek api yang siap ia buka.
"ah tidak tidak, tidak perlu, aku sedang membayangkan bila gundukan daun itu berubah menjadi tumpukan uang atau emas, aku pasti akan menjadi orang paling kaya." pemuda itu sekejap menatap pak tua, namun matanya kembali terfokus kepada gundukan daun ek itu.
"ho ho ho, kau tau nak, semua yang kau harapkan itu bisa jadi sebuah kenyataan dengan satu jentikan" "PUK!" dengan jentikan jari sang pendongeng, tumpukan daun pun berubah menjadi gundukan uang.
seakan tak percaya wajah pemuda itu sangat kegirangan, beberapa kali matanya menatap pak tua pendongeng, dan menatap gundukan uang itu lagi, terus menerus hingga beberapa kali sebelum akhirnya, sang pendongeng menyodorkan tangannya, mempersilahkan si pemuda memungut gundukan uang.
"PUK!" seluruh uang itu tiba tiba kembali menjadi daun lagi.
"HEI! pak tua kenapa kau menghilangkannya? ayo, ayo cepat kembalikan lagi gundukan uang itu, aku membutuhkannya, bukankah kau mengizinkan aku membawanya?" pemuda itu memaksa sang pendongeng untuk mengembalikan gundukan uang dengan keajaibannya.
"apa yang tiada akan kembali tiada, wahai anak muda, apa yang kau cari? uang? kedigdayaan? kekuasaan? semuanya akan hilang lagi. bahkan negeriku yang agung dan megah pun sirna, hanya tersisa puing puing kesombongan yang tegap menatap langit." kata kata sang pendongeng menyihir pemuda itu. "segala yang kau cari, segala yang kau inginkan, segala yang kau usahakan. pada akhirnya akan terkubur sirna."
suasana hening sejenak, pemuda itu menatap tanah dengan ekspresi yang penuh kaget.
"namun anak muda, bukan berarti, kau bisa bersantai dan berdiam saja. dari kisah orang orang kuno yang murtad dari perbintangan. inilah cerita tentang orang orang yang mem-bid'ah kan diri dari ajaran bintang!, anak muda! apakah kau percaya akan keajaiban usaha?" pak tua itu mengambil sesuatu dari balik punggungnya.
"entahlah, aku telah berusaha sebaik mungkin, namun aku tak pernah menadapatkan apapun." gumamnya
"hei, nak, percayalah, bahkan raja terdahulu di negeriku mengorbankan segala hal untuk mendirikan kerajaan yang makmur dan sejahtera. nak, ingatlah berusahalah." pak tua pun mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. sebuah daun ek emas, setelah memberikannya kepada sang pemuda, ia pun pergi meninggalkannya.
Komentar
Posting Komentar