MERDEKA ditengah Pandemi : tentang sebuah kemerdekaan dan hakikat dari kebebasan

    Pandemi. sebuah situasi dimana, keadaan suatu wilayah yang begitu besar tengah genting diakibatkan oleh sebuah penyakit yang belum terkendalikan. sejak akir december 2019, masyarakat dunia tengah dilanda kungkungan besar yang membuat aktivitas masyarakat terbatas. aktivitas sekolah tatap muka dialihkan menjadi daring, kantor kantor ditutup, swalayan dibatasi, dan obyek wisata ditutup selama pandemi. banyak yang merasa terbebani, ekonomi mengalami supressi hingga batas krisis, mental tertekan banyak perantau yang kebingungan, regulasi pemerintah tak karuan, masyarakat keliru, sering menyalah artikan aturan. Meski Vaksin yang dinanti nanti kini telah berhasil lulus uji, dan telah didistribusi ke penjuru negri, tapi Vaksin bukan obat untuk menyelesaikan perasaan serba terbatasi.
    
    Dan ini, bukan mengenai sebuah keterbatasan yang manusia rasakan, ini mengenai hakikat sesungguhnya kemerdekaan dan kebebasan. tentang sebuah hak yang dimiliki setiap mahluk, sebuah hak bawaan dan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. 

    Kemerdekaan adalah sebuah keadaan dimana sebuah entitas terbebas dari tekanan ataupun jajahan, sebuah keadaan dimana sebuah entitas dapat berdiri sendiri. sementara kebebasan adalah sebuah keadaan dimana sebuah entitas dapat terbebas dari segala hal dan dapat bertidak. berfikir dan mengambil keputusan sesuai dengan keinginan pribadi tanpa ada paksaan dari pihak manapun. and, ya! itulah kebebasan dan kemerdekaan. namun adakah kemerdekaan di tengah kungkungan besar ini?.  hal ini sebenarnya kembali pada perspektif setiap individu, namun jika mengacu pada makna mengenai kemerdekaan dan kebebasan, tak ada kata terjajah atau terkungkung selama pikiran kita masih berjalan. Cogito Ergo Sum, begitulah Sabda Descartes mengenai pahamnya dalam eksistensial manusia. ya, kita bukan mesin otonom yang mampu dikungkung dalam jeruji besi dan tak berbuat apa apa layaknya benda mati. tidak ada penjajahan dan tidak ada kungkungan bagi mereka yang berfikir dan terus bergerak. begitu pun menurut sang pembunuh Tuhan Friedrich Nietzche "kebebasan adalah keinginan untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri" tak heran bagi Nietzche kebebasan adalah suatu poin utama untuk menjadi manusia paripurna. perkataan Tuhan telah mati dimaksudkan bagi manusia yang kecanduan akan harapan harapan yang tidak pernah direalisasikan oleh pikiran, kaki dan tangannya sendiri. 

    keadaan pandemi ini bisa jadi membatasi mobilitas manusia, namun bukan berarti membatasi pemikiran dan kreativitas. manusia manusia yang sesungguhnya adalah mereka yang memaksimalkan fungsi cognitive dan kapasitasnya dalam keterbatasan, bahkan Einstein, pun angkat bicara mengenai potensi diri manusia dalam menemukan sebuah keterbatasan, "in the middle of every difficulty, there lies a way" dalam setiap kesulitan pasti ada jalan. ya, tidak entah seberapa dibatasi, manusia adalah mahluk pemberontak yang tak pernah menyerah pada ketidak berdayaan, entah seberapa sulit, manusia akan menemukan jalan menuju kepuncak peradaban, entah memakan waktu berapa lama manusia akan berdiri diatas spesies lainnya.

    diatas semua penjabaran mengenai kebebasan dan kemerdekaan. apakah manusia benar benar bebas? dan apa manusia dapat benar benar bebas?, kebebasan berarti menghilangkan segala keterikatan diri, bukan hanya duniawi namun juga keterikatan secara ukhrawi, dapatkah manusia benar benar bebas dan merdeka? sedangkan merasa sendirian seumur hidup saja manusia tak bisa, membayangkan kematian dan sendiri dihimpit liang lahat saja manusia bergidik ketakutan. manusia tak bisa bebas dan merdeka sebenar benarnya. manusia hanya membayangkan kemerdekaan dan kebebasan dalam konteks akalnya yang terbatas dan menurutnya benar dan nyaman. sejalan dengan hukum Thermodinamika 2, bahwa kalor bergerak dari kondisi panas menuju kondisi dingin. manusia menolak ancaman dan mencari kenyamanan, manusia menolak paham sejati dari merdeka dan bebas lalu menciptakan pahamnya sendiri yang diakibatkan ketakutannya akan kesendirian. atas sebab itu, manusia menciptakan paham bahwa kemerdekaan dan kebebasan adalah hak bagi seluruh mahluk, sebuah hak universal yang kausalitas, karna mahluk itu berfiir maka mahluk itu merdeka dan bebas, karna mahluk yang berfikir itu tidak satu maka musti diciptakan aturan untuk membatasinya maka diciptakanlah sebuah kemerdekaan dan kebebasan semu, sebuah kebebasan bersyarat. bahkan bagi beberapa manusia, beberapa pemikiran dilarang dalam sebuah komunitas, seperti halnya Komunis yang dilarang dibeberapa negara, Atheis yang dianggap tabu di kebanyakan negara dan pikiran sensual yang sering dianggap tak senonoh oleh masyarakat, dan masih banyak contoh lainnya. bisakah manusia merdeka dan bebas? benarkah manusia merdeka dan bebas?.

    Tuhan telah mati hanyalah kiasan, dan baik Einstein maupun Descartes jelas jelas jelas menyadari keberadaaan yang maha tinggi dan tak tertandingi, ia yang menetapkan parameter kehidupan dan ia yang mencetuskan definisi kesempurnaan, ia yang tak dapat didefinisikan dan tak pula dapat dideskripsikan. Tuhan, Tuhan tak mati, dan ia merancang seluruh skenario kehidupan manusia, ia yang mengungkung manusia dengan segala peraturan peraturan dan parameter parameter keterbatasan, Tuhan tak mati, ia duduk disinggasan menyaksikan sebuah panggung sandiwara ketuhanan yang penuh komedi. Manusia tidak bebas, Manusia terkungkung oleh aturan Tuhan, seberapa keraspun manusia mendeskripsikan dirinya sebagai mahluk independent yang berfikir sendiri dan Berdikari, semua pemikiran itu akhirnya hanyalah sebuah komedi bagi Tuhan yang telah merancang kehidupan. 

Manusia tidak dikungkung oleh pandemi, tak juga oleh rasa takut, namun sejak awal manusia telah ditakdirkan untuk terkungkung oleh skenario kehidupan.

 

#OprecODOP9

#KomunitasODOP

#OneDayOnePost

#MerdekadiTengahPandemi

Komentar

Postingan Populer